Diceritakan bahwa Raja Sungging
Perbangkara pergi berburu. Di tengah hutan Sang Raja membuang air seni
yang tertampung dalam daun caring (keladi hutan). Seekor babi hutan
betina bernama Wayungyang yang tengah bertapa ingin menjadi manusia
meminum air seni tadi. Wayungyang hamil dan melahirkan seorang bayi
cantik. Bayi cantik itu dibawa ke keraton oleh ayahnya dan diberi nama
Dayang Sumbi alias Rarasati. Banyak para raja yang meminangnya, tetapi
seorang pun tidak ada yang diterima.
Akhirnya para raja saling berperang di
antara sesamanya. Dayang Sumbi pun atas permitaannya sendiri
mengasingkan diri di sebuah bukit ditemani seekor anjing jantan yaitu Si
Tumang. Ketika sedang asyik bertenun, toropong (torak) yang tengah
digunakan bertenun kain terjatuh ke bawah. Dayang Sumbi karena merasa
malas, terlontar ucapan tanpa dipikir dulu, dia berjanji siapa pun yang
mengambilkan torak yang terjatuh bila berjenis kelamin laki-laki, akan
dijadikan suaminya. Si Tumang mengambilkan torak dan diberikan kepada
Dayang Sumbi. Dayang Sumbi akhirnya melahirkan bayi laki-laki diberi
nama Sangkuriang.
Ketika Sangkuriang berburu di dalam
hutan disuruhnya si Tumang untuk mengejar babi betina Wayungyang. Karena
si Tumang tidak menurut, lalu dibunuhnya. Hati si Tumang oleh
Sangkuriang diberikan kepada Dayang Sumbi, lalu dimasak dan dimakannya.
Setelah Dayang Sumbi mengetahui bahwa yang dimakannya adalah hati si
Tumang, kemarahannya pun memuncak serta merta kepala Sangkuriang dipukul
dengan senduk yang terbuat dari tempurung kelapa sehingga luka.
Sangkuriang pergi mengembara
mengelilingi dunia. Setelah sekian lama berjalan ke arah timur akhirnya
sampailah di arah barat lagi dan tanpa sadar telah tiba kembali di
tempat Dayang Sumbi, tempat ibunya berada. Sangkuriang tidak mengenal
bahwa putri cantik yang ditemukannya adalah Dayang Sumbi - ibunya.
Terminological kisah kasih di antara kedua insan itu. Tanpa sengaja
Dayang Sumbi mengetahui bahwa Sangkuriang adalah puteranya, dengan tanda
luka di kepalanya. Walau demikian Sangkuriang tetap memaksa untuk
menikahinya. Dayang Sumbi meminta agar Sangkuriang membuatkan perahu dan
telaga (danau) dalam waktu semalam dengan membendung sungai Citarum.
Sangkuriang menyanggupinya.
Maka dibuatlah perahu dari sebuah pohon
yang tumbuh di arah timur, tunggul/pokok pohon itu berubah menjadi
gunung ukit Tanggul. Rantingnya ditumpukkan di sebelah barat dan menjadi
Gunung Burangrang. Dengan bantuan para guriang, bendungan pun hampir
selesai dikerjakan. Tetapi Dayang Sumbi bermohon kepada Sang Hyang
Tunggal agar maksud Sangkuriang tidak terwujud. Dayang Sumbi menebarkan
irisan boeh rarang (kain putih hasil tenunannya), ketika itu pula fajar
pun merekah di ufuk timur. Sangkuriang menjadi gusar, dipuncak
kemarahannya, bendungan yang berada di Sanghyang Tikoro dijebolnya,
sumbat aliran sungai Citarum dilemparkannya ke arah timur dan menjelma
menjadi Gunung Manglayang. Air Talaga Bandung pun menjadi surut kembali.
Perahu yang dikerjakan dengan bersusah payah ditendangnya ke arah utara
dan berubah wujud menjadi Gunung Tangkuban Perahu.
Sangkuriang terus mengejar Dayang Sumbi
yang mendadak menghilang di Gunung Putri dan berubah menjadi setangkai
bunga jaksi. Adapun Sangkuriang setelah sampai di sebuah tempat yang
disebut dengan Ujung berung akhirnya menghilang ke alam gaib
(ngahiyang).
Sangkuriang adalah legenda yang berasal dari Tanah Sunda. Legenda
tersebut berkisah tentang terciptanya danau Bandung, Gunung Tangkuban
Parahu, Gunung Burangrang, dan Gunung Bukit Tunggul. Dan berbagai cerita
menarik yang patut disimak dari legenda tersebut adalah kisah cerita
cinta antara anak dan ibunya.Legenda Sangkuriang awalnya merupakan
tradisi lisan. Rujukan tertulis mengenai legenda ini ada pada naskah
Bujangga Manik yang ditulis pada daun palem yang berasal dari akhir abad
ke-15 atau awal abad ke-16 Masehi. Dalam naskha tersebut ditulis bahwa
Pangeran Jaya Pakuan alias Pangeran Bujangga Manik atau Ameng Layaran
mengunjungi tempat-tempat suci agama Hindu di pulau Jawa dan pulau Bali
pada akhir abad ke-15. Setelah melakukan perjalanan panjang, Bujangga
Manik tiba di tempat yang sekarang menjadi kota Bandung. Dia menjadi
saksi mata yang pertama kali menuliskan nama tempat ini beserta
legendanya.
Legenda ini termaksud ke dalam cerita rakyat yang berasal dari tanah sunda.
sumber : id.wikipedia.org